Fulan : “Bagaimana hukum nya baca manaqib?
KH Bisri Mustofa menjawab :”Mengertikah saudara arti katakata manaqib? Katakata manaqib itu adalah
bentuk jamak dari mufrod manqobah, yang di antara artinya adalah cerita kebaikan amal dan akhlak
perangai terpuji seseorang.
Jadi membaca manaqib, artinya membaca cerita kebaikan amal dan akhlak terpujinya seseorang. Oleh
sebab itu katakata manaqib hanya khusus bagi orangorang baik mulia: manaqib Umar bin Khottob,
manaqib Ali bin Abi Tholib, manaqib Syeikh Abdul Qodir alJilani, manaqib Sunan Bonang dan lain
sebagainya. Tidak boleh dan tidak benar kalau ada orang berkata manaqib Abu Jahal, manaqib DN.
Aidit dan lain sebagainya. Kalau demikian artinya pada manaqib, apakah saudara masih tetap
menanyakan hukumnya manaqib?
Fulan : Betul tetapi cerita di dalam manaqib Syeikh Abdul Qodir alJilani itu terlalu berlebihlebihan,
sehingga tidak masuk akal. Misalkan umpamanya kantong berisi dinar diperas lalu keluar menjadi darah,
tulangtulang ayam yang berserakan, diperintah berdiri lalu bisa berdiri menjadi ayam jantan.
KH Bisri Mustofa menjawab : Kalau saudara melanjutkan ceritacerita yang tidak masuk akal, sebaiknya
jangan hanya berhenti sampai ceritanya Syeikh Abdul Qodir alJilani saja, tetapi teruskanlah. Misanya
cerita tentang sahabat Umar bn Khottob berkirim surat kepada sungai Nil, Sahabat umar bin Khottob
memberi komando dari Madinah kepada prajurutprajurit yang sedang bertempur di tempat yang jauh
dari Madinah.
Cerita tentang Isra’ Mi’raj, cerita tentang tongkat menjadi ular, cerita gunung yang pecah, kemudian
keluar dari unta yang besar dan sedang bunting tua, cerita tentang nabi Allah Isa menghidupkan orang
yang sudah mati. Dan masih banyak lagi yang semuanya itu sama sekali tidak masuk akal.
Fulan : Kalau keluar dari Nabi Allah itu sudah memang mukjizat, padahal Abdul Qodir alJilani itu bukan
Nabi, apa bisa menimbulkan halhal yang tidak masuk akal?.
KH Bisri Mustofa menjawab :
“Baik Nabi Allah ataupun SyekhAbdul Qadir AlJailani atau sahabat Umar bin Khattab, semuanya itu
masingmasing tidak bisa menimbulkan halhal yang tidak masuk akal. Tetapi, kalau Allah Ta’ala
membuatnya bisa, apakah saudara dapat menghalanginya?”
Fulan : “Apakah selain Nabi Allah juga mempunyai mukjizat?”
KH Bisri Mustofa menjawab :
“Halhal yang menyimpang atau keluar dari adat (kebiasaan) itu jikalau keluar dari Nabi Allah
maka disebut mukjizat, dan kalau keluar dari wali Allah disebut
karomah .”
Fulan : “Apakah dalil yang menunjukkan bahwa selain Nabi Allah dapat membuatnya bisa
(mampu) menimbulkan halhal yang menyimpang dari adat atau tidak masuk akal?”
KH Bisri Mustofa menjawab :
“Silakan saudara baca cerita dalam AlQuran tentang sahabat Nabi Allah Sulaiman yang dibuat
menjadi bisa oleh Allah untuk memindahkan Arsy Balqis dalam QS AnNaml [27] : 40 :
َقاَل الَّذِىِعنْدَهُِعْلمٌِمنَ الكِتَاِب أََنا آِتيِكَِبِهَقبَْل أَْنَيرَْتدَّ إَِليْكَ طَرْفُكَ .َفَلمَّاَرآهُُمسْتَِقًرّاِعنْدَهَُقاَلَهذَاِمنَْفضِْلَرِّبى لِيَبْلُوَِنى أَأَْشكُرُ اَْم أَْكفُرُ .َوَمنَْشكَرَ
َفإَِّنمَاَيشْكُرُ لِنَْفسِِهَوَمنَْكَفرََفإَِّنَرِّبىَغنٌِّيَكرِْيمٌ
“Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari AlKitab : ‘Aku akan membawa singgasana itu kepadamu
sebelum matamu berkedip.’ Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di
hadapannya, ia pun berkata : ‘Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencobaku, apakah aku
bersyukur atau mengingkari (akan NikmatKu). Dan barangsiapa yang bersyukur,maka sesungguhnya ia
bersyukur untuk (kebaikan) dirisendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku
Mahakaya lagi Mahamulia.”
Fulan : “Tetapi, di dalam Manaqib Syekh Abdul Qadir AlJailani ada juga katakata memanggil
kepada ruh yang suci atau kepada waliwali yg telah mati untuk dimintai pertolongan, apakah itu tak
menjadikan musyrik?”
KH Bisri Mustofa menjawab :
9+ 2
9/12/2016 Comments
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=291105124582558&id=100010492171931 2/5
Muhsin Pemalang and 213 others
“Memanggilmanggil untuk dimintai bantuan, baik kepada wali yang telah mati atau kepada Bapakibu
saudara yang masih hidup dengan penuh ‘itikad bahwa pribadi wali atau pribadi Bapakibu saudara itu
memiliki kekuasaan untuk dapat memberi pertolongan yang terlepas dari kekuasaan Allah Ta’ala, maka
itu
hukumnya syirik! Namun, bila dengan ‘itikad bahwa segala sesuatu adalah dari Allah Ta’ala, maka itu
tidak ada halangannya, apalagi telah jelas bahwa kita meminta pertolongan (ghauts) kepada para wali
itu maksudnya minta dimohonkan kepada Allah Ta’ala.”
Fulan : “Manakah yang lebih baik, berdoa kepada Allah secara langsung atau dengan perantara
(tawasul)?”
KH Bisri Mustofa menjawab :
“Langsung boleh..Dengan perantara pun boleh. Sebab, Allah Ta’ala Maha Mengetahui dan Maha
Mendengar. Saudara jangan mengira bahwa tawasul kepada Allah melalui nabinabi, waliwali itu sama
dengan saudara memohon kenaikan pangkat kepada atasan dengan perantara kepala kantor atau
atasan Anda.
Pengertian tawasul yg begitu itu tidak benar. Sebab berarti
mengalihkan pandangan terhadap yang ditujukan (pihakatasan), beralih kepada pihak perantara,
sehingga di samping mempunyai kepercayaan terhadap kekuasaan pihak atasan, saudara juga percaya
kepada kekuasaan pihak perantara. Tawasul kepada Allah tidak seperti itu! . Bila saudara mau contoh
tawasul kepada Allah Ta’ala melalui nabinabi dan waliwali itu, seperti orang sedang membaca AlQur’an
dengan memakai kacamata. Orang itu tetap memandang AlQur’an dan tidak dapat dikatakan melihat
kaca.”
Fulan : Bukankah Allah ta’ala berfirman dalam al Quran al Karim
َوَقاَلَرُّبكُمْ أُْدُعوِنى أَْستَجِبَْلكُمْ
Panggillah aku maka akan Aku sambut kepadamu. (Al Mukmin: 60)
َفاْدُعواَاللهُمخْلِصِيْنََلُه الدِِّينَ
Maka sambutlah olehmu akan Allah ta’ala dengan memurnikan kepadanya akan agama. (Al Mukmin: 24)
َوالَّذِْينَ لاََيدُْعوَنَمَعِالله إَِلًها أََخرَ
Dan orangorang yang tidak menyambut bersama Allah akan tuhan yang lain. (Al Furqon: 68)
Dan masih banyak lagi ayatayat serupa itu.
KH Bisri Mustofa menjawab :
“Betul. Tetapi semuanya itu sama sekali tidak melarang kita bertawasul dengan pengertian
sebagaimana yang telah saya terangkan tadi. Coba perhatikan contoh cerita berikut ini :
Saudara mempunyai seorang majikan yang kayaraya, yg memiliki perusahaan besar.
Saudara sudah sangat kenal baik dengan beliau, bahkan Anda termasuk pekerja yang paling dekat
dengannya.
Lalu, saya ingin diterima bekerja di perusahaannya. Untuk melamar pekerjaan itu, Anda (sebagai guru
saya) saya ajak menghadap kepadanya bersamasama, dan saya berkata. “Bapak pimpinan
perusahaan yang mulia, kedatangan saya bersama guru saya ini, ada maksud yang ingin saya
sampaikan, yaitu mohon di terima menjadi pekerja di perusahaan Bapak. Saya ajak guru saya
menghadap Bapak karena saya pandang guru saya ini adalah orang baik hati dan
jujur, serta juga kenal baik dengan Bapak.”
Coba perhatikan, kepada siapa saya memohon? Kemudian adakah gunanya saya mengajak saudara
menghadap majikan itu?
Misalnya, ada dua orang pengemis. Pengemis pertama datang sendirian. Sedangkan pengemis kedua
datang dengan membawa kedua anaknya yg masih kecilkecil. Anak yg satu masih menyusu dan anak
yg satu lagi baru bias berjalan.
Di antara kedua pengemis itu, mana yang lebih mendapat perhatian Saudara? Saudara tentu akan
menjawab, pengemis kedua yang membawa anakanak itu yang lebih diperhatikan bukan? Kalau begitu,
apakah ada gunanya pengemis itu membawa anakanak yang masih kecil? Kepada siapa pengemis itu
meminta? Apa pengemis itu meminta kepada anakanaknya yang masih itu? Tentu tidak bukan?!”
Tanya jawab ini dikutip dari buku Wiridwirid Syekh Abdul Qadir AlJailani, Rahasia Amalan Amalan
untuk Meraih Cinta Sejati, Ust. M. Syukron Maksum.
No comments:
Post a Comment